Palembang-Spora, Di Sumatera Selatan, Musi Banyuasin termasuk daerah yang memiliki jumlah konflik agraria tinggi. Tingginya konflik agraria tersebut tidak diimbangi kemampuan yang baik dari Pemerintah Daerah Muba untuk mencegah, menangani, dan menyelesaikannya. Akibatnya konflik lama tidak banyak yang terselesaikan dan konflik baru terus bermunculan. Apabila tidak segera dilakukan langkah-langkah yang serius melalui kebijakan penanganan yang tepat dan berkelanjutan, besar kemungkinan konflik agraria di Muba akan semakin mengkhawatirkan.
Yayasan Spora bekerjasama dengan The Asia Foundation (TAF) telah melakukan penelitian yang berjudul “Dinamika Lokal dan Kebijakan penyelesaian Konflik Agraria di Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) Sumatera Selatan”. Kegiatan ini telah berlangsung dari September 2013 sampai dengan Maret 2014. Temuan penting yang diperoleh adalah:
(1) Kebijakan Investasi melalui penggunaan tanah skala luas dalam bentuk perkebunan dan kehutanan tidak diimbangi dengan kemampuan antisipasi yang baik terhadap konflik agraria
(2) Tata kelola yang lemah dan ketidakjelasan batas-batas penguasaan tanah mengakibatkan konflik dan hilangnya wilayah kelola masyarakat
(3) Kelambatan penanganan dan ketidaktegasan pemerintah dalam penanganan konflik membuat konflik berlarut dan terus meluas
(4) Kontrol yang lemah, penggunaan kekerasan untuk penertiban warga dan pemenjaraan, serta tidak adanya pengakuan terhadap sistem tenurial lokal berpotensi memicu terjadinya konflik agraria baru dan tidak terselesaikanya konflik lama
Untuk mengkomunikasikan hasil studi ini kepada pengambil kebijakan telah disusun draf policy brief oleh tim studi SPORA dan disempurnakan dalam sebuah workshop pada hari jumat (16/5) di Hotel Swarna Dwipa Palembang.
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah (1). Meningkatkan pemahaman tentang penelitian kebijakan dan peran policy brief dalam mengkomunikasikan hasil penelitian. (2). Menyempurnakan policy brief hasil penelitian Spora Institute mengenai Dinamika Konflik Agraria di Kabupaten MUBA.
Peserta yang hadir dalam acara ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari NGO di Palembang dan Jakarta, akademisi serta masyarakat korban konflik agraria. NGO Jakarta yang hadir adalah Grain Asia Fasific dan Gabungan Asosiasi Petani Indonesia (GAPI), sedangkan NGO Palembang antara lain Walhi Sumsel, PINUS, PEMALI, OWA Institute, AMAN Sumsel, SHI Sumsel, Impalm, SPS, ESSAI dan SPI Sumsel.
Beberapa masyarakat korban konflik agraria yang hadir berasal dari wilayah Dawas, Simpang Bayat, Telang, Belido, Simpang Tungkal. Sedangkan akademisi yang hadir adalah Yudi Fahrian, mantan Rektor Universitas IBA. Acara ini dimulai dengan paparan hasil studi SPORA oleh Dr. Laksmi A. Savitri.
Catatan penting dari workshop ini adalah (1) Pembentukan badan ad hoc berupa Komite Daerah untuk Penyelesaian Konflik Agraria di Kabupaten MUBA, yang dipayungi oleh PERDA. (2) Moratorium pemberian izin, (3) Posko pengaduan konflik agraria. (4) Optimalisasi dari UU dan peraturan yang mengharuskan kemitraan perusahahn dengan warga, untuk solusi sementara, serta (5) Pengakuan wilayah kelola masyarakat dan menghormati inovasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam tata kelola hutan dan lahan (S01).