Oleh: Asmaran Dani (Divisi Pendidikan Spora Institute)
“Manusia hidup dari alam. Alam sebagai roh, dan manusia sebagai tubuh sementara. Manusia harus terus belajar berdialog dengan alam melalui cinta kasih tindakan nyata jika tidak ingin kehancuran itu segera tiba. Kehidupan fisik dan mental manusia sangat erat dengan keberlangsungan alam. Sejatinya manusia adalah bagian dari alam ”(Marx’s Early Writings, hlm. 328, dikutip dalam John Bellamy Foster, 2000, hal. 72).
Setiap tahun, lebih dari 175 negara memperingati Hari Bumi yang jatuh pada 22 April. Secara selebrasi, peringatan Hari Bumi dikoordinasi secara global oleh Jaringan Hari Bumi (Earth Day Network). Sudah saatnya kita meletakkan traktat sikap serta prinsip jelas: memperingati Hari Bumi bukanlah dengan hanya perayaan seperti terkesima setelah menonton film superhero, tanpa ada kesadaran juga pemahaman kritis bahwa manusia ada sampai hari ini karena berkat cinta kasih alam.
Ditinjau dari sejarahnya. Hari Bumi merupakan acara tahunan, dirayakan masyarakat dunia untuk menunjukkan dukungan terhadap perlindungan lingkungan. Khusunya peduli terhadap lingkungan di tempat yang paling terdekat. Hari Bumi merupakan momen meningkatkan kesadaran kritis agar tidak merusak lingkungan di mana saja manusia berpijak.
Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson yang juga seorang pengajar di bidang lingkungan hidup, menginisiasi Hari Bumi pada tahun 1970. Tanggal 22 April bertepatan pada musim semi di Northern Hemisphere (Belahan Bumi Utara) dan musim gugur di Belahan Bumi selatan. PBB sendiri merayakan hari Bumi pada 20 Maret, sebuah tradisi yang disodorkan aktivis perdamaian John McConnell pada tahun 1969 dengan maksud menghargai matahari yang tepat di atas khatulistiwa, sering disebut sebagai Ekuinoks Maret.
Perlu ditegaskan kembali secara fundamental, bahwa Hari Bumi tidak harus diatur oleh pernyataan melalui jadwal selebrasi atau kesepakatan global. Sudah saatnya menjebol dinding euforia dan selebrasi kekanak-kanakan. Contoh paling nyata adalah dengan belajar kepada mereka masyarakat adat atau pada umumnya masyarakat di desa, di mana Hari Bumi telah menjadi nadi dan darah dalam kehidupan setiap hari: merawat bumi dengan segenap cinta kasih, menjaga tanah keluhurannya.
Sampai dengan hari ini. Bahkan hampir semua desa di pelosok telah dikuasai oleh korporasi global. Apakah pihak korporat mau mengakui bahwa kerja-kerja mereka sesungguhnya mengeksploitasi lanskap alam? Sungguh komedi hitam. Oleh sebab pada hari ini, bahkan narasi ekologis telah terdistorsi bahkan telah dimonopoli oleh pengetahuan yang menubuh di lembaga pendidikan dari sejak Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, menjadi bagian dari skema Kapitalistis Global: bumi sebagai objek yang terus digaruk dengan buas melalui bisnis ekstraktif dan pembukaan lahan yang dilakukan oleh korporat secara serampangan. Atau singkatnya Kontra Ekologis. Senada dengan yang disampaikan oleh John Bellamy Foster, bumi telah diatur oleh korporasi dan industri sebagai lapangan perang saling berebut makan. Terus melakukan eksploitasi, akumulasi, dan terus melakukan ekspansi. Tanpa sedetik pun membiarkan bumi sejenak beristirahat.
Kalaupun bumi beristirahat sejenak, menjawab dengan kejujuran melalui bencana alam. Manusia semakin canggih menggurui bumi, bahkan bumi terus diceramahi dengan pendekatan alienasi agama, pendidikan, juga kemajuan sains yang termanifestasi dalam wujud produk teknologi yang semakin menjawab tantangan zaman: dengan bangga manusia merasa bahwa alam semesta, khususnya bumi telah bermetamorfosis menjadi dompet yang disimpan di saku celana bokong. Sampai kapan manusia bangga saling memamerkan bumi yang berhasil disulap menjadi dompet tersebut?
Spora Institute akan memperingati Hari Bumi dengan mengadakan kegiatan berkebun dengan tema “Praktik Agroekologi Sebagai Cinta Kasih Kepada Bumi”. Secara umum, ditinjau dari bahasa. Istilah Agroekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu agro (pertanian), eko/eco (lingkungan hidup), dan logi/logos (ilmu).
Secara sederhana, Agroekologi bisa diartikan sebagai ilmu lingkungan pertanian, penerapan pengetahuan-pengetahuan ekologi ke dalam landasan teori pengelolaan pertanian. Saat praktiknya, Agroekologi diterjemahkan sebagai penerapan ekologi ke dalam bidang studi pertanian dan lingkungan. Perancangan, dan pengelolaan sistem pertanian pangan tanpa menggunakan bahan baku kimia, dan menolak instrumen pertanian yang tidak bersahabat dengan alam.
Spora Institute, akan mengajak peserta menjalin cinta kasih dengan alam melalui aktivitas berkebun tanpa bahan baku kimia, juga tanpa menggunakan instrumen yang merusak alam. Mulai dari Peralatan Pertanian, Pembuatan Pupuk Kompos, Pembuatan Pestisida, dan Pembibitan Alami. Juga yang paling terpenting adalah membuat Media Bedengan Tanah yang efisien.
Informasi menyangkut kegiatan nanti, dapat bertanya sekaligus mendaftar di nomor yang tercantum di poster. Kehadiran kawan-kawan merupakan energi yang dapat kita aktualisasi dengan membangun kesadaran yang paling sederhana, bahwa memperingati hari bumi bisa dilakukan dengan pendekatan cinta kasih: berkebun memanfaatkan Space kosong di beranda rumah atau di mana saja berada. Cukup ada lahan yang bisa digarap dengan semangat daya juang hidup. Tidak pernah menyerah apalagi pasrah dengan keadaan.
Setelah Praktek bersama Agroekologi di Diklat Spora, Jalan Lettu Roni Belut No. 1208 Palembang pada Sabtu 24 April 2021, dilanjutkan berbuka puasa dalam rangka silaturahmi di Bulan Ramadhan 1442 Hijriah.