Palembang-Spora, Massa aksi yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumsel, Serikat Petani Sriwijaya (SPS), Serikat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, kembali mendatangi Mapolda Sumsel menuntut pimpinan mereka dibebaskan dari tahanan polisi. Dalam aksinya, mereka menutup mulut dengan plester warna hitam sebagai simbol matinya suara petani dalam menuntut hak-hak mereka.
Ketua DewanPengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) melihat penangkapan petani merupakan upaya kriminalisasi untuk mengalihkan persoalan pokok. “Persoalan pokok dalam konflik ini adalah tuntutan petani untuk mengambil kembali hak atas tanah dari PTPN VII. Koorporasi ini beroperasi tanpa HGU, dan sampai saat ini tidak mampu membuktikan proses jual beli tanah tersebut”, kata Rohman
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dengan tegas mengatakan, tindakan pemukulan dan penangkapan oleh aparat polisi atas protes dan perjuangan petani untuk mendapatkan lahannya kembali merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan dan bertentangan dengan amanat konstitusi serta program pemerintah terkait pembaruan agraria (Program Pembaruan Agraria Nasional-PPAN).
Febri Al-Lintani, Ketua Kobar-9 mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh polisi. Budaya kekerasan ini jangan sampai menjadi pola pendekatan dalam menyelesaikan konflik yang ada di Sumsel. “Kekerasan ini terjadi karena adanya kekerasan struktural yang dilakukan negara pada rakyat”. Tegas aktivis kebudayaan ini.