Konflik Agraria Melemahkan Posisi Ekonomi, Politik dan Budaya Petani

Dialog Agraria Hari Tani Nasional 2013
Dialog Agraria dan Deklarasi Serikat Petani Sriwijaya (26/9)

Palembang-Spora, Konflik Agraria yang berkepan- jangan saat ini tidak menunjukkan akan segera berakhir.  Menurut Dede Sineba dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), konflik agraria saat ini dipicu oleh tata kelola hutan dan lahan yang sejak awal berpikirnya sudah keliru dan sesat.  “Tata kelola hutan dan lahan yang sesat pikir mengakibatkan konflik semakin hari semakin banyak dan tidak menunjukkan akan segera berakhir”,  kata Sineba dalam Dialog Agraria peringatan Hari Tani Nasional yang dilaksanakan oleh Serikat Petani Sriwijaya (SPS), 26 September 2013 di RRI Palembang.

Ditambahkan Sineba,  lebih dari dua pertiga lahan di Indonesia atau sekitar 133 juta hektar milik kehutanan.  Dari jumlah sebanyak itu baru 12 persen ada penetapan sebagai kawasan hutan, sisanya baru penunjukan. Pada kawasan tersebut terdapat lebih kurang 33.000 desa.  Menurutnya lahan yang seharusnya diperuntukkan pada kesejahteraan rakyat tetapi akibat penunjukan sebagai kawasan hutan berdampak konflik yang berkepanjangan.  “Bagaimana mungkin desa yang sudah dibangun ratusan tahun dapat masuk dalam kawasan hutan”, tukasnya.

Anwar Sastro dari Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) yang menjadi salah satu narasumber dalam dialog mengatakan,  saat ini banyak petani kehilangan lahan akibat konflik agraria.  Petani yang terampas hak-haknya tersebut semakin-hari semakin lemah, baik secara ekonomi, politik dan budaya.  Sastro berharap SPS yang baru dideklarasikan sebelum dialog tersebut dapat menjadi sekoloh poltik bagi petani untuk membangun kekuatan. “Titik terakhir dari perjuangan petani adalah perjuangan politik.  Untuk itu petani tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri-sendiri.  Perjuangan petani harus dipandu oleh organisasi yang kuat, yang tahu cara mendidik petani dan tahu kemana petani akan dibawa”, kata Sastro dalam dialog agraria yang  juga menghadirkan Mukri dari Walhi dan Mochtar dari BPN Sumsel.

Peserta yang hadir dalam dialog terdiri dari petani dari Kabupaten MUBA, Banyuasin, OKI dan Ogan Ilir yang jumlahnya sekitar 600 orang.  Selain itu hadir juga organisasi kemasyarakatan seperti Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, Solidaritas Perempuan dan SPORA. (S01)

 

Berkomentar