Palembang-Spora, Kegiatan pertama di Festival Bulan Juni yang diselenggarakan Spora Institute berjalan dengan khidmat. “Agroekologi Sebagai Solusi Menjaga Keseimbangan Alam” merupakan tema yang disodorkan oleh Spora Institute sekaligus memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada hari ini, Sabtu (5/6/2021). Acara dimulai pukul 10.00 WIB, sesuai jadwal poster kegiatan yang telah tersebar di Media Sosial.
Saat adzan dzuhur, acara diistirahatkan sebentar sekitar 15 menit alias Ishoma. Acara berakhir tepat pukul 13.00 WIB. Setelah itu sesi mengobrol bebas, dan makan siang bersama Acara yang diselenggarakan oleh Spora berlangsung di pinggir danau. Angin sejuk, dan kicauan burung pingai di sekitar danau membuat acara semakin mengakrabkan peserta satu sama lainnya yang hadir dari berbagai komunitas seperti Lith 98 Art Studio, Palembang Movie Club, Spektakel, Rumah Buku Cikep, Sarekat Hijau, dan Ten Storey. Selama kegiatan berlangsung tanya jawab bergulir dengan tertib.
Acara yang berlangsung kurang-lebih tiga jam tersebut dipandu oleh JJ. Polong, Akademisi Universitas Sriwijaya yang juga dikenal sebagai sosok Penyair Palembang angkatan 1990. Dari awal mulai acara JJ. Polong mahir membuat suasana diskusi mengalir, membuat peserta tidak jenuh selama acara berlangsung. Dengan daya ucap yang santai khas JJ. Polong, terbukti peserta berantusias saling berbagi pandangan menyikapi lingkungan hidup di acara yang diisi juga dengan pembacaan esai lingkungan, dan musikal puisi.
Rahmah Awaliah mengawali pembacaan esai dengan judul “Agroekologi Sebagai Pemutus Ekosida Pada Sektor Pertanian”. Para peserta menyimak dengan serius apa yang sedang dibaca oleh perempuan yang juga tercatat sebagai alumni Pascasarjana Institute Pertanian Bogor tersebut. “Pada sektor pertanian di Sumatera Selatan, ekosida terjadi pada penguasaan dan kepemilikan lahan-lahan pertanian oleh korporasi, petani tidak memiliki lahan untuk bertani sehingga terpaksa hanya menjadi buruh tani. Selain itu pengetahuan lokal yang telah hilang menjadi jalan masuk pertanian modern yang ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia. Menjadikan kerusakan lingkungan secara masif pada bidang pertanian. Hal ini menimbulkan masalah-masalah pertanian seperti rendahnya produktivitas, dan dalam skala besar terjadinya kerusakan lingkungan karena terganggunya ekosistem pertanian.” Ucap Rahmah, membacakan esai dengan volume suara yang ringan namun tegas.
Sedangkan Asmaran Dani selaku Divisi Pendidikan di Spora Institute, membawakan esai “Perenungan di Hari Lingkungan Hidup”. Sebuah esai semi-fiksi. Merefleksikan tokoh ketua organisasi lingkungan yang mati gantung diri sehari sebelum peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, akibat depresi berat menyaksikan tanah di desanya dirampas oleh korporasi. Penduduk dan keluarganya di desa dibungkam serta sebagian nyawanya dihabisi. Sedangkan si tokoh ketua organisasi lingkungan tersebut tak bisa berbuat banyak atas malapetaka yang menimpa desa, dan keluarganya.
Setelah pembacaan esai, juga menghadirkan musikal puisi. Dibawakan oleh Sindy Yolanda, dan Nanang yang keduanya diketahui masih berstatus mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya yang sedang tahap menyelesaikan tugas skripsi.
“… Agroekologi sebagai kebijakan emas///tidak dipilih, dan dianggap tidak menguntungkan/// untuk siapapun di luar sana yang acuh pada keadaan alamku/// mari kita mengubah pola pikir hidup serba instan/// agroekologi memutuskan ketergantungan pada kekayaan sesaat/// mewujudkan kembali sikap/// menghargai, menjamin, melindungi ekosistem nan ramah lingkungan…/// agroekologi memulihkan kembali alamku/// lingkunganku yang seimbang dengan hasil berlanjut bukan sementara…”
Alunan petikan gitar Nanang, dan suara syahdu Sindy semakin membuat hari peringatan Lingkungan Hidup Sedunia semakin bergema di antara peserta yang hadir. Gema yang membawa peserta terbang berimajinasi membayangkan kemakmuran petani apabila Agroekologi dapat diterapkan, sesuai esensi puisi yang diciptakan oleh Sindy.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang berlokasi di Jl. Lettu Roni Belut No. 1028 Palembang. Sebelum ditutup oleh Taxlan perwakilan Komite Inti Festival Bulan Juni yang memberikan penjelasan maksud, dan tujuan dari diadakannya Festival Bulan Juni sebagai upaya merawat silaturahmi antar komunitas dengan kolektifitas yang independensi. Diakhiri dengan pandangan Abdul Kholek, M.A. Sosok Dosen Sosiologi yang juga menjabat Divisi Kajian Strategis di Spora Institute. Kholek mengajak peserta yang hadir agar mencintai lingkungan dengan kembali mengingat pesan leluhur yang masih relevan sampai dengan hari ini.
“Kita memang perlu mengupgrade ilmu pengetahuan. Terus melakukan rutinitas diskusi di ruang publik dalam rangka membangun struktur pemikiran, dan landasan teori. Akan tetapi pesan leluhur tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Untuk mencintai lingkungan cukup mengingat pesan leluhur kita, yang selalu menghimbau agar tidak merusak lingkungan di mana saja kita berpijak. Contoh paling kecil, tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan jauh sebelum sains, dan teknologi berkembang pesat. Leluhur kita telah menjawab kerusakan iklim, dikemas dalam bentuk pemahaman yang diturun-temurunkan sebagai nasehat filosofis agar generasi ke depan tetap menjaga, dan mencintai lingkungan.” Kholek menyampaikan pandangannya dengan ramah. Pandangan tersebut, menyempurnakan narasi mengenai lingkungan hidup yang telah disampaikan terlebih dahulu oleh Andry Mukmin selaku pendiri Rumah Buku Cikep, dan Alexa Ade aktivis perempuan yang juga dikenal sebagai tokoh Sarekat Hijau Indonesia.