Palembang-Spora, Serikat Petani Indonesia (SPI) dideklarasikan oleh sejumlah pejuang petani Indonesia pada 8 Juli 1998 di Kampung Dolok Maraja, Desa Lobu Ropa, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara kini telah mencapai usia ke 22 tahun. Pada peringatan tahun ini SPI mengambil tema “Kedaulatan Pangan Sebagai Jalan Keluar dari Krisis Pangan dan Membangun Kemandirian Ekonomi Nasional”.
Pembukaannya ulang tahun ke 22 ini dilaksankan di Medan pada Tanggal 8 Juli 2020 Pukul 19.00-22.00 WIB, di hadiri oleh Ketua Umum SPI, Henry Saragih dan diikuti oleh seluruh anggota dari Aceh sampai Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui jaringan Zoom Meeting.
Gerakan kedaulatan pangan muncul pada akhir 1990-an sebagai reaksi terhadap liberalisasi perdagangan pertanian dan perluasan model pertanian industri padat modal yang dilakukan perusahaan. Akibat dari model korporasi pangan ini adalah terjadinya kemiskinan pedesaan yang berkelanjutan, kelaparan, perampasan lahan dan degradasi lingkungan.
Pada tahun 1996, gerakan petani dunia La Via Campesina yang salah satu anggotanya adalah SPI memperkenalkan konsep ‘kedaulatan pangan’ kepada mereka yang menghadiri KTT Pangan Dunia 1996 di Roma. Dalam waktu yang relatif singkat, kedaulatan pangan mendapat daya tarik dengan berbagai kaum gerakan pedesaan penghasil pangan – seperti petani kecil, para penggembala, nelayan, masyarakat adat Asli, dan orang-orang yang bekerja di pedesan – serta organisasi non-pemerintah (NGO) yang bergabung untuk menuntut hak masyarakat untuk menentukan sistem pangan dan pertanian mereka sendiri.
Perjuangan mewujudkan kedaulatan pangan akhirnya kian masif dan mendapatkan momentum pada Juni tahun 2002 atau World Food Summit Five Years Later di Roma. Pertemuan tersebut berhasil membentuk Internasional Planning Commitee for Food Sovereignty yang memfasilitasi dialog antara masyarakat sipil dan FAO untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
Pada tahun 2007 diadakanlah konferensi internasional Kedaulatan Pangan di Nyeleni, Mali. Konferensi ini semakin menguatkan pemahaman dan perjuangan gerakan sosial mewujudkan kedaulatan pangan menjadi alternatif menjawab permasalahan pangan dan pertanian global. Selanjutnya pasca krisis pangan yang melanda seluruh dunia di awal tahun 2008, terjadi reformasi besar di dalam tubuh Komite Ketahanan Pangan PBB (CFS) akibat tekanan dan kritik masyarakat sipil.
Pada sidang ke-35 Komite Ketahanan Pangan bulan Oktober 2009, secara resmi CFS membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat sipil untuk terlibat dan memainkan peranan penting dalam menyusun kebijakan untuk menghapuskan kelaparan di dunia. CFS bertugas mengatasi kelaparan dunia dengan gerakan petani sebagai salah satu anggota pada Advisory Committee-nya. Ini menjadi jalan yang membuka dialog antara petani kecil dan petani korban dengan institusi-institusi seperti FAO (Food and Agriculture Organization), WFP (World Food Program), dan IFAD (International Fund for Agricultural Development). Dari perjuangan panjang inilah, akhirnya konsep kedaulatan pangan menjadi alternatif bagi kebijakan ekonomi di banyak negara.
Setelah pembukaan mala mini, acara selanjutnya akan diselenggarakan selama sepekan diberbagai daerah. Masing-masing wilayah akan melaksanakan rapat-rapat umum petani, diskusi publik dan kegiatan-kegitan lain di lapangan yang berkaitan dengan tema tahun ini yaitu kedaulatan pangan.(S01)