Agroekologi Alat Perjuangan Mewujudkan Keragaman Pangan

Salah-satu peserta yang hadir sedang bertanya di kesempatan acara Hari Pangan Internasional 16 Oktober 2022. Acara diselenggarakan Spora Institute, bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) DPW Sumsel, Solidaritas Perempuan Palembang, Suluh Perempuan Palembang, dan Kafe Panche Hub. Minggu (16/10/2022).

Spora-Institute, Hari Pangan Internasional 16 Oktober 2022 dirayakan Spora Institute bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) DPW Sumsel, Solidaritas Perempuan Palembang, Suluh Perempuan Palembang, dan Kafe Panche Hub. “Keragaman Pangan Sebagai Sumber Gizi Rakyat” menjadi tema diskursus publik pada acara yang dimulai sejak pukul 19.30 WIB sampai dengan 23.00 WIB pada Minggu (16/10/2022).

Acara yang digelar di Kafe Panche Hub itu, menghadirkan narasumber Ryllian Chandra Akademisi Politik UIN Raden Fatah Palembang, membahas keterhubungan ekonomi politik global yang memaksa negara-negara berkembang mematuhi kebijakan neoliberal menyangkut sistem pangan. Pangan telah berubah fungsi. Tak hanya sebagai komoditas ekonomi namun juga menjadi komoditas politik. Pangan mulai dipergunakan sebagai alat soft dan hard diplomacy bagi satu negara untuk mendominasi negara lain. Catatan sejarah menunjukkan negara yang berdaulat pangan memiliki kekuatan besar untuk menekan negara lain dari sisi politik. Setelah era perang dunia, kekuatan negara tidak lagi dilihat dari kekayaan ekonomi, dan kekuatan militernya tapi dari keberdaulatan pangan melalui instrumen politik.

Kondisi ini tak lain disebabkan karena strategisnya pangan dalam peta kebutuhan hidup manusia. Kurang lebih dari 7 milyar manusia di bumi harus dihidupi melalui komoditas pangan dengan beragam variasi. Tren konsumsi bahan pangan masyarakat dunia dari waktu ke waktu semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Tidak mengherankan apabila pemenuhan kebutuhan pangan merupakan tanggung jawab negara. Rakyat harus bisa mengakses keragaman pangan yang sehat dan bergizi.

Solidaritas Perempuan Palembang direpresentasikan oleh Ersyah Suhada, menyampaikan pangan alias makanan masih sulit diakses masyarakat miskin desa khususnya perempuan-perempuan yang terdampak konflik agraria. Perempuan memiliki peran signifikan dalam sistem pengelolaan pangan, baik dalam aspek produksi, hingga distribusi. Pengetahuan dan kearifan lokal perempuan dalam pengelolaan pertanian tradisional yang berkelanjutan, telah berkontribusi memastikan keberlanjutan pangan dari sisi individu, keluarga dan komunitas.

Perlindungan hak perempuan atas pangan juga telah dijamin melalui sejumlah kebijakan negara diantaranya UU No.12 Tahun 2005, UU No.7 Tahun 1984, UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, UU No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta UU No. 41 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Namun fakta di masyarakat, regulasi tersebut belum maksimal diimplementasikan. Masih banyak kebijakan yang bertentangan dalam perlindungan dan pemenuhan hak perempuan atas pangan.

SPI DPW Sumsel dihadiri Nur Rahmat, memberikan praktik pengalaman sebagai Praktisi Agroekologi. Keragaman pangan bisa diwujudkan dengan menerapkan praktik pertanian selaras dengan alam. Agroekologi menerima keanekaragaman hayati ekologis, dan menghargai beragam jenis pengetahuan yang berbeda dari ideologi ilmiah dominan. Agroekologi dapat menjadi instrumen bagi petani untuk merebut kembali kedaulatannya, menantang globalisasi yang memberikan hak pasar istimewa kepada kaum pemodal melalui perusahaan agribisnis dunia. Agroekologi menjadi alat perjuangan kekuatan untuk mengubah tatanan sosial, baik di ruang produktif, reproduktif, publik, maupun privat.

Dimoderatori aktivis Suluh Perempuan, Aisyah memandu diskusi dengan tertib. Diskusi pada malam senin tersebut dihadiri 50 peserta baik dari lintas mahasiswa, pers, organisasi massa, dan masyarakat sipil. Semua peserta turut menyimak pemaparan yang disampaikan narasumber dengan cermat.

Sebelum acara dimulai Direktur Spora Institute JJ Polong memberikan pengantar diskusi, mengucapkan selamat Hari Pangan Internasional 16 Oktober 2022 dengan menyampaikan pernyataan politik La Via Campesina, organisasi berbasis petani di level global. La Via Campesina percaya petani yang berdaulat merupakan usaha untuk tetap melakukan perlawanan terhadap pasar global hari ini yang memaksa petani menanam satu jenis pangan guna memenuhi kebutuhan negara-negara maju. Pemaksaan penanaman satu jenis tanaman merupakan kejahatan neoliberal yang semakin memiskinkan petani. La Via Campesina mengajak berjuang untuk kondisi kehidupan yang lebih baik, membentuk kekuatan agar petani dihormati. Agroekologi merupakan jawaban untuk membuat petani memiliki otonomi dan harga diri.

Berkomentar