Palembang-Spora, Perubahan Agraria yang diakibatkan oleh penetrasi modal kapitalis yang menusuk jantung pedesaan di Indonesia telah mengakibatkan proses proletarisasi yang menciptakan kelas pekerja dan akumulasi tanah pada segelentir pemilik modal. Hal ini menjadi salah satu temuan Henry Bernstein dalam melihat perubahan agraria melalui pisau analisa marxian dalam bukunya Dinamika Kelas Dalam Perubahan Agraria .
Tanggal 01 Mei merupakan hari besar kaum buruh di seluruh dunia. Memperingati Hari Buruh menjadi momen merawat kesadaran kaum buruh untuk melihat permasalahan yang masih menindas dunia buruh sampai dengan hari ini. Seperti hak atas kontrak kerja, cuti, gaji, sampai dengan dana pensiun yang masih menjadi isu para buruh dalam mengintervensi kebijakan negara. Sebagaimana termanifestasi di dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang telah mengalami revisi menjadi Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal Cipta Kerja. Permasalahan tidak hanya menimpa kelas buruh pelaku tenaga kerja industri. Penindasan dan ketidakadilan juga sangat kental dirasakan buruh di kalangan nelayan, dan buruh di kalangan petani yang kita kenal hari ini sebagai buruh tani.
Spora Institute melalui divisi pendidikan memperingati Hari Buruh dengan menaruh fokus pada permasalahan dinamika kelas buruh tani, dengan kegiatan membedah buku “Dinamika Kelas Dalam Perubahan Agraria” karya Henry Bernstein, ilmuwan sosial asal University Of London Inggris. Kegiatan ini diselenggarakan pada Sabtu, 01 Mei 2021 di sekretariat Spora Institute, Jl. Lettu Roni Belut Nomor 1028 Palembang.
Bedah buku ini dimoderatori Taxlan sosok organisatoris progresif di kalangan masyarakat sipil. Pada bedah buku yang berlangsung selama tiga jam lebih tersebut, Spora Institute kembali menghadirkan Ryllian Chandra selaku dosen muda di bidang Ilmu politik UIN Raden Fatah Palembang.
Metodologi buku karya Henry Bernstein, menggunakan pendekatan Teoritis dan Historis. Teori Kapitalisme diuraikan di dalam buku ini seperti: Teori Modal Variable, Modal Konstan, Akumulasi Primitif, Komoditas, Surplus, sampai dengan mengupas teori Ekspansi Sistem Kapitalisme. Dari cara Henry Bernstein menggambarkan penderitaan buruh tani di Eropa, Amerika, dan Asia Timur, pendekatan Historis di dalam buku ini sangat dirasakan oleh pembaca. Henry Bernstein juga memvisualisasikan transisi kelas petani. Bermula dari sistem negara memonopoli semua yang berkaitan dengan urusan agraria. Di era industrialisasi, negara berperan sebagai agen bahan baku kimia, alat-alat pertanian berteknologi canggih, sampai dengan peran negara dalam membombardir ilmu pengetahuan pertanian.
“Buku karya Henry Bernstein ini, menjelaskan pengaruh kapitalisme terhadap sektor pertanian. Di buku ini juga terjelaskan proses transisi kelas di kalangan petani, dari cara negara menyabotase agraria menjadi lahan bisnis. Sehingga berdampak dari agrikultur menjadi agribisnis. Paradigma petani pun telah berubah, dari bertani untuk mencukupi kebutuhan secara maksimal menjadi bertani untuk melampaui kebutuhan karena petani dituntut memenuhi kebutuhan pasar.” Ucap Ryllian Chandra dosen penikmat musik Underground tersebut.
Buku terbitan INSISTPRESS Mei 2019 ini sangat memantik diskusi. Keterlibatan korporasi-korporasi besar, telah berhasil memasung ekonomi politik negara melalui kebijakan yang syarat kepentingan bisnis. Sehingga perlu dilacak kembali agar kejahatan negara dapat ditandai sebagai refleksi bersama. Apa yang mesti dinarasikan oleh kalangan buruh tani, organisasi petani, mahasiswa, dan kalangan akademisi dalam menekan kebijakan negara yang semakin membahayakan kehidupan buruh tani? Buku karya ilmuwan kelahiran 9 Februari 1945 tersebut mencoba menyodorkan segudang jawaban agar perjuangan buruh tani tidak miskin narasi, dan mengedepankan perjuangan berbasis riset pengetahuan-faktual.
“Kebijakan negara yang mengelabui para petani dengan program sertifikasi dan entrepreneur juga berperan besar memanjangkan umur siklus kapitalisme pertanian global.” Sahut peserta yang tidak mau disebutkan namanya, Sabtu (01/5/2021).
Diskusi bedah buku berjalan lancar meski para peserta saling melempar argumen kekhawatiran masuknya peran modal pasar di sektor pertanian, mengakibatkan persaingan antara sesama petani itu sendiri. Petani pun terbelah dua menjadi: Petani Kapitalis dan Petani Non-Kapitalis.
Petani Kapitalis merupakan petani yang mampu mempengaruhi petani lain menjadi tunduk dan mau bekerja untuk mengakumulasi komoditas berdasarkan kepentingan pasar. Sedangkan Petani Non-Kapitalis merupakan para buruh tani, bekerja untuk tuan tanah alias Petani Kapitalis yang memegang hak atas properti dan mengendalikan akses kekuasaan.
“Petani Kapitalis siap pasang badan memenuhi kepentingan negara dan korporasi. Meminjam bahasa Henry Bernstein. Petani Kapitalis tanpa disadari telah sukses melakukan proletarisasi di kalangan Petani Non-Kapitalis alias buruh tani, yang semakin hari berbalapan mengejar angka terbesar kaum proletar industri, dan kaum proletar nelayan.” Tutup Taxlan, sembari mengucapkan Happy Labour Day. Sekaligus mengajak peserta berbuka puasa bersama.