Food, Land, and Freedom

Palembang, Spora – Pangan dan Lahan sebagai alat Pembebasan menjadi tema sentral dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Spora Institute pada Festival Bulan Juni (FBJ) 2024 minggu ketiga. Kegiatan yang berlangsung pada Jumat malam (21/6) di Rumah Sintas ini dihadiri oleh berbagai kalangangan seperti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sarekat Hijau Indonesia, Solidaritas Perempuan Palembang, akedemisi , mahasiswa, seniman dan pekerja sosial di Palembang. Acara dimulai pukul 19.30 dan berakhir pukul 22.30 WIB.

JJ Polong, Direktur Spora Institute dalam sambutan pengantarnya mengatakan, Kekuatan Global telah menggunakan pangan dan lahan untuk mengusai negara-negara pinggiran sebagai kelanjutan dari kolonisasi dalam bentuk ekonomi dan budaya. Karena itu kita harus menggunakan kekuatan pangan sebagai senjata untuk melakukan proses dekolonisasi pangan. Ini erat relevansinya dengan Gerakan Kedaulatan Pangan yang dimotori oleh La via Campesina. Proses ini dirancang dengan melakukan kerja-kerja simultan yang membongkar dusta industri pangan dan membangun bentuk-bentuk emansipatoris kekuatan pangan lokal dalam kerangka Reforma Agraria Sejati yang menempatkan lahan sebagai alat produksi utama untuk ditata ulang secara berkeadilan.

Sebelum sesi diskusi, kegaitan diawali dengan musikalisasi puisi yang berjudul Lebak Lebung oleh Zidan (mahasiswa Pertanian Unsri). Pesan yang disampaikan dalam puisi ini adalah kehancuran lahan basah di Sumatera Selatan karena adanya Land Grabbing untuk Perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri. Kemudian dilanjutkan dengan lagu Apati karya Rara Sekar yang dilantunkan oleh Anyelir Putri Rahayu yang akrab dipanggil Anye, serta pembacaan tiga puisi oleh Penyair Asmaran Dani. Ketiga  puisi yang berjudul Konfrontasi Waktu, Kejujuran Itu Segera Tiba, dan Perjanjian,  ditulis berdasarkan hasil riset empiris yang panjang dan pengalaman batin sang penyair. Pesan yang disampaikan merefleksikan Pangan, Tanah, dan Kebebasan dalam perspektif hubungan tuhan, alam, dan manusia.

Kemudian dilanjutkan diskusi yang dimoderatori Anye, gadis yang mahir membuat suasana diskusi mengalir. Narasumber Untung Saputra dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumsel membahas perebutan lahan antara korporasi dan masyarakat lokal yang berujung pada konflik agrarian yang tidak berkesudahan. Lahan menjadi alat eksploitasi dan penaklukan oleh kekuatan modal, sehingga masyarakat semakin miskin dan terpinggirkan. Asmaran Dani juga turut memadatkan materi dengan menghadirkan perspektif Satra dan Sosiologi untuk membedah permasalahan sosial makro yang mengangkat tema Food, Land and Freedom.

“Permasalahan pangan, dan tanah di Sumatera Selatan sangat pelik. Negara memegang otoritas yang lebih berpihak kepada korporasi. Petani di daerah sekarang sudah kehilangan kebebasan sebagai petani yang ruhnya ada di tanah. Kita sudah ketahui juga para petani di Sumsel dari subuh sampai sore hanya menjadi buruh tani bukan petani sejati karena tidak memiliki lahan.” Ucap Untung, di sesi diskusi.

Acara ditutup oleh Juan perwakilan Komite Inti FBJ yang memberikan penjelasan maksud dan tujuan Festival Bulan Juni sebagai upaya merawat silaturahmi antar komunitas di Palembang dengan kolektifitas yang independen. “Kita memang perlu mengupgrade ilmu pengetahuan. Terus silaturahmi pemikiran rutinitas di ruang publik dalam rangka Festival Bulan Juni untuk membangun struktur gagasan, dan landasan gerakan sosial milenial.” Tutup Juan.

Berkomentar