Palembang-Spora, Kelas Akhir Pekan (KERAN) di Sabtu ke-2 bulan Juli 2022 menghadirkan pemikiran dan kritik Friedrich Engels. Dikupas oleh Yogi (22) setelah meresensi buku terbitan Ultimus, November 2020 lalu. Buku cetakan ke-1 dengan ketebalan 204 halaman yang dieditori Dede Mulyanto dan Fuad Abdulgani tersebut ingin menegaskan, spirit pemikiran ilmuwan kelahiran 28 November 1820 itu dapat terus digelorakan intelektual milenieal. Merespon kerja Kapitalisme yang semakin eksploitatif.
Dialog kritis yang dimoderatori Pascal (18) mahasiswa Ekonomi semester 1 UNSRI tersebut, dilaksanakan di Taman Publik POM IX (Depan TVRI) pada Sabtu (9/7/22) dimulai pukul 15.30 sampai dengan 17.30 WIB. Diskusi turut dihadiri Direktur Spora Institute JJ Polong, memancing peserta yang hadir untuk lebih teliti memaknai pemikiran Engels di hari ini.
Hal tersebut senada dengan Yogi. Mengajak memahami teks Engels dengan tidak memisahkan realitas yang melatarbelakanginya. Yogi juga menerangkan, kritik Engels atas Kapitalisme masih sangat relevan.
“Buku ini memberikan pemahaman atas teks Engels. Membantu setiap pembaca untuk membangun nalar kritis atas perkembangan Kapitalisme hari ini. Pemikiran kritis Engels pada zamannya masih relevan untuk dikaji. Sains dan teknologi tentu berbeda di zaman Engels, kritik terhadap Kapitalisme di hari ini tidak dapat dilihat secara parsial. Nah, pemikiran Engels memberikan keterhubungan secara holistik untuk memahami niat Kapitalisme di masa itu dan pada abad-21 sekarang.” Kata Yogi penggiat diskusi di kalangan kelompok marjinal, pembedah buku berisi 9 artikel Pemikiran dan kritik Engels yang dianalisa oleh ilmuwan sosial Indonesia.
Berbeda dengan Ibnu (21), lebih ingin mendalami pemikiran Engels mengamati sistem feodalistik yang menindas perempuan. Kemajuan sains dan teknologi di Indonesia masih dibuntuti kultur feodalistik yang semakin membuat perempuan terpenjara dalam kesadaran palsu.
“Saya lebih tertarik dengan kritik Engels terhadap sistem feodalistik yang menindas kaum perempuan. Pisau analisis ilmuwan sosial yang telah menerbitkan 500 artikel kritis di berbagai koran Eropa tesebut begitu tajam, argumennya yang menyatakan esensi penindasan perempuan disebabkan karena terjadinya justifkasi di wilayah domestik masih dapat dikembangkan lagi dengan keterhubungan konteks masyarakat modern di hari ini.” Ucap Ibnu (21) mahasiswa UIN Raden Fatah jurusan Tafsir Al-Quran, yang telah mempelajari Filsafat sejak di bangku SMA.