Review Pemikiran Vedi R.Hadiz Tentang Status Quo di Dalam Ilmu Sosial

Palembang-Spora, Mengapa terjadi Status Quo di dalam ilmu sosial? Untuk menjawabnya maka perlu ditanyakan kembali secara fundamental. Sebenarnya untuk apa ilmu sosial hadir? Dan siapakah yang diuntungkan dari hadirnya ilmu sosial di tengah masyarakat? Melihat realitas di hari ini maka para ilmuwan sosial tidak dapat menyembunyikan terus-menerus penyebab terjadinya Status Quo di dalam ilmu sosial di dalam laci meja riset dan penelitian. Ilmu sosial hadir untuk melayani negara yang bercumbu dengan kapitalis global. Keuntungan dari praktik-praktik ilmu sosial semakin memuluskan penguasa melanggengkan kekuasaan agar selaras dengan agenda kapitalis global.

Pada hakikatnya, ilmu sosial merupakan sehimpun pengetahuan yang lahir dari rahim aktivitas ilmiah, seperti riset dan rutinitas agenda penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan sosial atau kaum intelektual. Aktivitas ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan sosial seringkali terjebak pada reproduksi negara. Produk-produk ilmiah menjadi reproduksi komoditas dan reproduksi relasi sosial. Tidak heran apabila perguruan tinggi bersama ilmuwan sosial di dalamnya menjadi target prioritas  oleh pihak yang berkuasa (negara) untuk ditundukkan.

Kesuksesan negara menundukkan ilmuwan sosial menyebabkan ilmu sosial menjadi Status Quo. Ilmu sosial menjadi satpam, berkontribusi melindungi akumulasi nilai surplus yang didesain oleh negara. Di dalam lingkaran ini negara yang sebagai kacung kapitalis global harus semaksimal mungkin dapat menjinakkan praktik ilmu sosial yang bersifat struktural fungsional agar tidak menganggu mekanisme pasar di dalam negara maupun pasar global.

Spora Institute, Sabtu (20/11/2021) melalui program pendidikan KERAN “Kelas Akhir Pekan”, menggelar diskusi bertema “Status Quo di Dalam Ilmu Sosial”, kelas belajar bersama ini memulai diskusi pukul 19.30 WIB dan selesai sampai menjelang pukul 00.00 WIB dini hari. Diskusi yang berjalan dengan menerapkan pola saling sharing tersebut dilaksanakan di Sekretariat, Jl. Lettu Roni Belut No. 028 Palembang dengan menghadirkan Professor Vedi Hadiz dari University of Melbourne yang menguraikan secara singkat penyebab terjadinya Status Quo di dalam ilmu sosial khususnya di Indonesia melalui kanal Youtube Indoprogress TV.

Lebih dari delapan peserta yang hadir. Baik dari kalangan mahasiswa, masyarakat sipil, maupun akademisi di Kota Palembang turut berbagi argumentasi di dalam forum diskusi tersebut menyikapi Status Quo yang menjadi tumor menggerogoti ilmu sosial di hari ini.

“Status Quo di dalam ilmu sosial disebabkan lembaga pendidikan mengkultuskan logika pasar global sebagai kiblat pengetahuan. Ilmu sosial menjadi barang dagangan yang harus praktis supaya dapat berguna menjadi menu rujukan penguasa dan kaum pemodal. Di dalam pusaran ini maka ilmuwan sosial menempatkan posisi sebagai abdi intelektual yang bersujud di kaki negara dan kaum pemodal. Dininabobokkan oleh profit hasil proyek yang disponsori oleh kelas penguasa dan kaum pemodal.” Ucap Yogi salah-satu mahasiswa perguruan tinggi di kota Palembang.

Salah-satu alternatif untuk membongkar Status Quo di dalam ilmu sosial, membutuhkan penetrasi aktivitas ilmiah yang mandiri. Sehingga ke depan ketergantungan dengan dana hibah dari negara maupun dana segar dari perusahaan dapat ditolak untuk menciptakan ilmu sosial yang progresif. Ilmu sosial progresif tentu hanyalah mimpi panjang yang tak kunjung datang apabila para ilmuwan sosial masih menjadikan ilmu pengetahuan sebatas nilai profit semata, bukan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai subtansi yang dapat menggedor kekuasaan, dan berpihak kepada masyarakat tertindas.

“Repolitisasi lembaga pendidikan dan repolitisasi ilmu sosial merupakan jawaban untuk membongkar Status Quo di dalam ilmu sosial. Mengkritisi status quo di dalam ilmu sosial yang terhubung dengan modal pasar harus terus dilakukan oleh ilmuwan sosial itu sendiri dan kalangan kaum intelektual, agar dapat menginterogasi rezim yang berkuasa dan melahirkan teori-teori ilmu sosial yang berpedoman pada aspek keberpihakan politis. Membebaskan masyarakat yang termaginalisasi.” Ucap Ibnu, masyarakat sipil yang berkecimpung di komunitas Forum Pelajar Literasi Progresif Palembang.

Berkomentar