Palembang-Spora, Kelembagaan Penanganan Konflik Tenurial mempunyai posisi yang strategis sebagai bagian dari percepatan implementasi Program Reforma Agraraia di Indonesia, untyuk itu lembaga ini harus segera dibentuk. Hal ini disampaikan oleh JJ Polong, Direktur Spora Institute ketika menghadiri kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penanganan Konflik Tenurial di Sumsel yang diselenggarakan oleh Satgas P2KA-SDA dan WRI Indonesia di Hotel Swarna Dwipa Palembang (15/5/2017).
Pemerintahan Jokowi saat ini mempunyai komitmen melaksanakan Reforma Agraria dengan target redistribusi lahan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) seluas 9 juta hektar dan Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar. Dalam konteks ini JJ Polong menjelaskan bahwa yang menjadi prioritas untuk direstribusikan adalah tanah-tanah perusahaan yang sedang berkonflik dengan masyarakat. Untuk itu Kelembagaan penanganan konflik Agraria harus segera dibentuk di setiap propinsi dengan payung hukum yang kuat.
Rumusan dari hasil FGD tersebut antara lain: (1) Konflik agraria mempunyai dimensi yang sangat luas tidak hanya sekedar sengketa pertanahan, untuk itu penyelesaian konflik ini merupakan transformasi sosial, dari tatanan sosial yang tidak adil menuju tatanan sosial yang adil dan lebih bermakna, (2) Perlu dibentuk kelembagaan sosial penanganan konflik agraria yang mempunyai payung hukum yang kuat, (3) Mempersiapkan persyaratan penyelesaian konflik, baik persiapan Sumberdaya Manusia, maupun metodologi dan mekanisme, (4) Melibatkan perempuan pada peran-peran pengambilan keputusan dan representasi. (S02)
good article
Bagaimana caranya mengatasi masalah tersebut?
Kapan kelembagaan penanganan konflik Agraria ini akan dibentuk?
Apakah rumusan FGD sudah bisa diterima oleh masyarakat..??