Palembang-Spora, Seni Memahami merupakan istilah Hermeneutika, digunakan oleh Schleiermacher sebagai bapak pendiri Hermeneutik. “Memahami” tidaklah sama dengan “Mengetahui”. Tingkatan memahami lebih tinggi dibandingkan dengan mengetahui sebab setiap orang bisa saja memiliki banyak pengetahuan, tetapi sedikit pemahaman.
Secara etimologi Hermeneutika berasal dari kata Hermes yang merupakan utusan dewa tertinggi yunani, bertugas menyampaikan pesan langit ke bumi. Tujuan awal Hermeneutika adalah literalisme atau cara baca atas teks otoritatif, kitab suci, dan undang-undang namun kemudian belakangan ini digunakan juga sebagai metodologi ilmu sosial.
Alur pengaruh Hermeneutika: pembacaan dan pemahaman manusia atas teks merupakan tahap awal yang kemudian akan diwujudkannya dalam bentuk ekspresi perilaku di kehidupan sosial. Teks-teks yang hadir bertebaran di dalam proses (sosial) kehidupan manusia hari ini, memberikan pengaruh terhadap alam bawah sadar manusia yang menghasilkan cara pandang atas berbagai hal. Cara pandang manusia kemudian menghasilkan sikap atau perilaku. Sebagai makhluk sosial tentu perilaku seseorang di dalam masyarakat akan menghasilkan dampak bagi dirinya dan bagi masyarakatnya. Tanpa disadari perilaku merupakan hasil akumulasi teks yang bermukim di dalam alam bawah sadar manusia.
Teks atau informasi hari ini di beragam website, media sosial, maupun teks di sekolah merupakan teks yang hadir dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dipahami sebagai fenomena, jika dipahami lebih dalam akan banyak ditemukan masalah sosial yang telah mengakar dan menjadi penyakit dalam masyarakat.
Buku “Seni Memahami”, berisi pemikiran 8 tokoh filsafat modern yang memiliki corak interpretasi berbeda-beda: Friedrich Schleiermacher, Rudolf Bultmann, dan Paul Ricoeur memahami Hermeneutik yang fokusnya sebagai pembacaan atas kitab suci. Witlhelm Dithley mengembangkan Hermeneutik untuk metode ilmiah. Martin Heidegger menggunakannya sebagai pemahaman ontologis. Hans-Georg Gadamer sebagai pemahaman manusia dan kebudayaan pada umumnya. Jurgen Harbermas sebagai kritik ideologi. Sedangkan Jacques Derrida untuk dekonstrusi metafisika.
Spora Institute melalui Kelas Akhir Pekan (KERAN) bersama Komunitas Literasi Progresif UIN Raden Fatah Palembang membedah Buku Seni Memahami Karya F. Budi Hardiman. Kegiatan berlangsung dari mulai pukul 15.30 sampai dengan 17.30 WIB di Rumah Sintas Palembang, Sabtu (2/7/22).
Ibnu Ilyas mahasiswa Al-Quran bertindak sebagai pembedah buku berjumlah 344 halaman yang diterbitkan Kanisius (2015). Diskusi bedah buku juga dihadiri kalangan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi, dan beragam komunitas independen. Yogi penggiat Studi Sosiologi di kelompok marjinal memandu jalannya diskusi bedah buku dengan tertib sampai dengan selesai.