Darurat Mikroplastik dan Limbah Industri di Sungai Musi

Aktivis Ecoton Prigi Arisandi (Paling kiri baju warna putih), Perwakilan Bem Fisipol Unsri Ayu Putri (Kiri baju warna orange), Koordinator tim riset Spora Institute Mulyana Santa (Kanan baju warna orange), dan Koordinator APM Aldo Carnegie (Paling kanan baju warna putih) sedang melakukan aksi "Sungai Musi Darurat Mikroplastik dan Limbah Industri". Minggu (24/7/22).

Palembang-Spora, Mikroplastik, dan limbah industri yang ada di Sungai Musi tidak memberikan harapan palsu. Khususnya dampak dari adanya limbah plastik yang menjadi musibah bagi masyarakat Kota Palembang. Hal itu disebabkan adanya polimer Mikroplastik seperti Polypropilen (PP), Polyethilen (PET), Polyester, Polivinil klorida (PVC), Nylon, dan Low Density Polyethilen (LDPE) yang termasuk dalam kategori Endocrine disruption chemicals alias senyawa pengganggu hormon.

Dari kandungan Mikroplastik beragam tersebut, menyebabkan terjadinya gangguan atau bahkan kerusakan hormon apabila Mikroplastik masuk ke dalam sistem metabolisme tubuh manusia. Bahkan dari penelitian pada tahun 2020 ditemukan fakta, bahwa Mikroplastik di Sungai Musi menyerap atau mengikat logam berat dalam air seperti Cu dan Pb. 

“Mikroplastik dapat mengikat logam berat dalam air. Di Sungai Musi terdapat beragam jenis logam berat berbahaya seperti Merkuri, Tembaga, Besi, Cadmium dan Mangan. Temuan riset 2020 menunjukkan bahwa Mikroplastik di Sungai Musi mengikat logam Cu dan Pb di air,” ungkap Eka Chlara Budiarti melalui telepon Minggu (24/7/22)

Alumnus Kimia Universitas Diponegoro Semarang itu menjelaskan, jika terdapat banyak mikroplastik dalam sebuah perairan yang tercemar logam berat, maka akan menimbulkan efek mengerikan.

“Mikroplastik akan menyerap logam berat dan kemudian pindah ke tubuh ikan lalu ke tubuh manusia. Tubuh manusia akan menerima efek bahaya mikroplastik sekaligus logam berat yang menempel di mikroplastik,” terangnya.

Sementara itu Koordinator tim riset mewakili Spora Institute yang tergabung bersama Aliansi Peduli Musi (APM) Palembang Mulyana Santa, menjelaskan bahwa jenis-jenis Polimer yang ditemukan di Sungai Musi mengancam kesehatan manusia. Apalagi air Sungai Musi digunakan untuk bahan baku air minum.

“Dengan ditemukannya 6 jenis Polimer Mikroplastik di Sungai Musi, tentu menjadi masalah serius. Kita tahu air sungai digunakan sebagai bahan baku air minum dan habitat bagi beragam jenis ikan. Ditemukan Mikroplastik dalam tubuh ikan, tentu mengancam kesehatan manusia yang menjadi bagian konsumen dari siklus ekosistem itu sendiri,” ungkapnya.

Atas dasar itu, para penggiat lingkungan di Kota Palembang seperti Ormas Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, Telapak Sumsel, Spora Institute, Bem Fisipol Unsri, berbagai organisasi Mapala Sumsel, dan berbagai Komunitas Literasi Palembang melalui APM, mendorong upaya-upaya lintas stakeholder mengatasi permasalahan di Sungai Musi. Mengambil peran memulihkan ekosistem Sungai Musi dari pencemaran Mikroplastik. Rekomendasi APM dan ESN kepada Pengelola Sungai Musi (BBWS VIII Musi, Gubernur Sumatera Selatan dan Pemerintah Kota Palembang) sebagai berikut:

1. Mendorong dilakukannya kajian dampak Mikroplastik dan logam berat pada ekosistem Musi (air, ikan, sedimen, dan dalam tubuh masyarakat Palembang)

2. Mengendalikan pencemaran Mikroplastik di Sungai Musi dengan menghentikan sumber-sumber Mikroplastik dari Limbah cair domestik, sampah plastik, dan limbah cair industri

3. Menyediakan sarana infrastruktur pengolahan sampah dan meningkatkan layanan sampah, salah satunya dengan menyediakan Perahu/kapal/Tongkang pengangkut sampah di tiap kelurahan yang dilewati Sungai Musi, juga menyediakan sarana TPST 3R di tiap kelurahan

4. Membuat dan menegakkan regulasi pengurangan plastik sekali pakai (tas asoy, sedotan, styrofoam, popok bayi, pembalut wanita, botol plastik sekali pakai, dan packaging plastik sekali pakai)

5. Menuntut Pemerintah Provinsi/Pemerintah Kota Palembang melalui instansi/dinas terkait untuk membersihkan sampah plastik di Sungai Musi.

“Diketahui, hasil susur sungai Musi yang dilakukan oleh tim Ekspedisi Nusantara (ESN) dan APM pada Minggu 24 Juli 2022 menemukan fakta, di sepanjang pantai Musi dari jembatan Ampera hingga pemukiman kampung Al-Munawar ditemukan sampah plastik menumpuk. Terutama di dermaga Pasar 16 Ilir.” Koordinator Aliansi Peduli Musi Aldo Carnegie juga menjelaskan, sampah-sampah plastik yang menumpuk di pantai Sungai Musi lambat laun akan terfragmentasi. Terpecah-pecah menjadi material plastik kecil alias Mikroplastik.

Berkomentar