Diskusi Akar Rumput Spora: Menawarkan Platform Deep Ecology dalam Menghadapi Krisis Iklim

Palembang, Spora  – Festival Bulan Juni tahun 2023 yang diadakan di Rumah Sintas pada Sabtu (17/6) pukul 19.00 WIB, berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya yang bertema Pertunjukan Seni Koreografi pekan lalu. Kali ini diskusi akar rumput bersama Spora Institute, Pantau Gambut dan Rumah Sintas membedah posisi Gambut dan Mangrove dalam krisis iklim.

Perubahan iklim menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh dunia saat ini. Dampaknya meliputi kenaikan suhu global, perubahan pola cuaca ekstrem, peningkatan tingkat air laut, dan kerugian keanekaragaman hayati. Dalam konteks ini, gambut dan mangrove memiliki peran yang penting dalam mitigasi perubahan iklim.

JJ Polong dari Spora Institute, salah satu narasumber dalam acara ini menjelaskan bahwa hal pokok dalam upaya  menyelamatkan bumi ini  dengan mengubah cara berpikir ke arah yang radikal dan imaginatif. Ia menjelaskan bahwa anak muda harus memahami dan sadar akan peradigma yang mengerucut pada landasan deep ecology dan Ecofeminism untuk mengatasi persoalan lingkungan yang terus menerus berulang.

Problem solving yang dilakukan oleh pemerintah dan koperasi hari ini tidak bisa lagi dijadikan landasan dalam menghadapi persoalan iklim “hari ini kita menanam Mangrove namun di hari yang sama ribuan hektar mangrove dirusak untuk kepentingan bisnis.  Melihat hal ini patut diduga ada yang salah dari kebijakan pembangunan yang tidak berlandas pada prinsip-prinsip Green Radicalism.  Anak muda harus berani mengambil tidakan radikal menggeser paradigma reformatif yang dilakukan selama ini yang hanya tambal sulam. Radikal bukan berarti merusak, namun berpikir mengakar dan imajinatif untuk menyelesaikan persoalan secara mendasar seperti yang diungkapkan John S. Dryzek dalam buku The Politics of the Earth – Environmental Discourses ”, Ujar Polong yang juga akademisi Universitas Sriwijaya ini.

Polong juga menjelaskan pentingnya kesadaran anak muda Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dengan mengambil  platform deep ecology yang diletakkan Arne Naess, melihat keberadaan semua mahluk biotik dan abiotic dalam posisi setara dan semuanya harus dihargai dan dilindungi. Ia juga menerangkan upaya yang bisa kita terapkan untuk setidaknya membangun kesadaran merubah bumi menjadi lebih sehat. Kita harus berhenti merusak Mangrove dan mengkonversi lahan Gambut lalu mulailah menerapkan gaya hidup ekologi.

Hairul Sobri, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Sumsel juga menjelaskan bahwa Gambut memiliki peran penting dalam ekosistem karena mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar. Tanah gambut yang tidak terganggu dapat menjadi cadangan karbon yang signifikan dan berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida dari atmosfer. Namun jika gambut terganggu, misalnya oleh pembukaan lahan gambut untuk pertanian atau kegiatan penggundulan hutan, karbon yang terperangkap dalam gambut dapat dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.

Selain itu, Gambut yang rusak dapat menyebabkan kebakaran dalam jangka waktu yang panjang karena sulit untuk dipadamkan kecuali dengan hujan yang deras. Wilayah Gambut yang dikonveksi menjadi perkebunan akan sangat berdampak pada El Nino dan tentunya perubahan iklim yang ekstrem.

Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah saat ini di design untuk kepentingan industri tanpa melihat dampak kerusakan Gambut dan Mangrove. Harapan dari diskusi ini adalah agar semua sadar jika kondisi Gambut dan Mangrove serta Iklim sedang tidak baik-baik saja. Karena itulah kita semua bisa memulai gerakan protes terhadap pemerintah sebagai upaya melindungi bumi ini. (Anyelir)

Berkomentar