Palembang-Spora, Indikasi pencemaran limbah “Mikroplastik” di Sungai Musi semakin parah.
Hal itu cepat direspons Spora Institute Palembang yang langsung menurunkan tim riset. Dikoordinatori Divisi Pendidikan Spora Mulyana, beranggotakan Ayu, Ryan, Rey, Fatiyah dan Syaddat.
Tim riset tersebut langsung terlibat penelitian pada hari ke-2 di Pelabuhan Sungai Lais, Sumatera Selatan pada Senin (18/7/22). Yang nantinya turut terlibat meneliti di beberapa titik lokasi di Sungai Musi bersama Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN), Ormas Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, dan NGO Telapak Sumsel. Tergabung dalam “Aliansi Peduli Musi” menyusuri Sungai Musi sampai 2 minggu ke depan untuk mengambil sampel air di beberapa titik nadi Sungai Musi.
Direktur Spora Institute JJ Polong menegaskan, tujuan ikut terlibat aktif meneliti di wilayah perairan Sungai Musi untuk menguatkan bukti adanya ancaman Mikroplastik dengan tingkat yang sudah parah.
“Pencemaran Mikroplastik menjadi ancaman baru ekosistem Sungai Musi. Dan sangat membayakan kesehatan masyarakat di Sumsel, atas dasar itu Spora menurunkan tim riset terdiri dari 6 orang,” ucap JJ Polong.
Peneliti ESN Prigi Arisandi mengungkapkan, air Sungai Musi yang menjadi pusat muara dari puluhan anak-anak sungai di provinsi Sumsel sudah tercemar Mikroplastik. Menurut Prigi Arisandi serta dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Veryl Hasan, jenis Mikroplastik yang ditemukan di lapangan didominasi jenis fiber atau benang-benang mencapai 80 persen, dan jenis Mikroplastik lainnya adalah granula, fragmen serta filamen.
Tim ESN juga memaparkan hasil pengambilan sampel air di Sungai Musi di kawasan jembatan musi 6 Palembang. Menunjukkan tingginya kadar logam berat mangan dan tembaga mencapai 0,2 PPM dan 0.06 PPM, padahal standarnya tidak boleh lebih dari 0,03 PPM.
“Indikasi tersebut didukung fakta semakin sulit ditemukannya ikan di Sungai Musi, seperti jenis baung pisang, kapiat, patin, dan ikan tapah,” kata Prigi, seusai melakukan penyusuran Sungai Musi Palembang di bawah Jembatan Musi 6 Palembang.
Pencemaran bahan kimia di Sungai Musi sudah di level membahayakan, sehingga turut menyumbang kerusakan ekosistem sungai. Seperti gangguan reproduksi ikan yang akan menyebabkan habitat ikan di Sungai Musi semakin punah.
“Kadar klorin dan phospat cukup tinggi, yaitu untuk klorin 0,16 MG/L seharusnya tidak boleh lebih dari 0,03 MG/L sedangkan phospat juga tinggi mencapai 0.59 MG/L. Tingginya kadar klorin dan phospat sangat mempengaruhi sistem pernapasan ikan dan mempengaruhi pembentukan telur ikan,” tutup Prigi, aktivis lingkungan yang bergerak di isu sungai sejak tahun 2000 silam.
Sungai Musi perlu mendapat perhatian Pemerintah Sumsel untuk menekan Perusahaan yang membuang limbah di Sungai Musi. Air Sungai Musi perlu dijaga kebersihannya agar bisa tetap digunakan masyarakat Sumsel untuk kebutuhan hidup sehari-hari, juga menjaga kelestarian ekosistem sungai seperti ikan, udang, dan habitat lainnya.
Untuk diketahui bersama, pencemaran di Sungai Musi juga disebabkan dampak langsung dari aktivitas alih fungsi lahan di wilayah jantung Sumsel. Yakni aktivitas tambang, perkebunan sawit, dan Hutan Tanaman Industri (HTI).